Home » , , , » Cak Nun : S u r u p

Cak Nun : S u r u p

Written By Unknown on Rabu, 22 Januari 2014 | 07.41

PUTARAN zaman yang sedang kita alami sedang berada pada masa surup. Orang Jawa bilang wayah surup. Menjelang senja. Asar hampir habis, magrib akan tiba. Sedang berlangsung pergantian antara terang dengan kegelapan.

Kata para nabi, jangan tidur pada saat-saat demikian. Kalau seseorang tidur menjelang sampai melewati magrib, ia akan mengalami beberapa kebingungan kejiwaan. Rohani manusia sedang sangat lemah. Bahkan dekat dengan kegilaan. Itulah sebabnya, para tukang santet dan tenung sangat menggemari saat-saat demikian dan menggunakannya untuk mengirimkan serangannya, selain saat fajar menjelang pagi.

Tentu saja surupnya sebuah hari adalah bagian dari siklus hari, tetapi ada surup-surup lain dalam siklus yang lebih lama dan lebih besar. Yang sederhana, ada siklus harian, ada siklus mingguan, ada siklus bulanan, tahunan, periode, era, zaman, dan seterusnya. Kalau Anda memakai siklus 7, sebagaimana hampir semua kejadian alam dan sejarah bisa ditandai, maka itu berarti bisa ada siklus 70 tahun, 700 tahun, 7.000 tahun, dan seterusnya. Sampai 7 juta tahun, 7 miliar tahun, sampai kalau Anda menghitung maha panjangnya sejarah alam semesta, maka Anda akan menemukan siklus 7 miliar tahun cahaya misalnya.

Dari indikasi-indikasinya, Anda bisa menghitung kapan gempa, berapa skala Richter, kapan ada kepala negara jatuh, kapan manusia beramai-ramai menjadi binatang dengan segala jenis perilaku budaya yang dibinatangkan. Pada putaran siklus yang mana azab atas umat Nabi Nuh, Luth, dan seterusnya dulu berlangsung? Berapa lama Belanda menjajah Indonesia, berapa lama Jepang menjajah, berapa lama Soeharto berkuasa, dan sampai batas mana kebohongan reformasi sekarang ini akan berakhir?

Pemilu 2004 adalah batas terakhir bagi manusia dan bangsa Indonesia untuk melampiaskan kebodohan, kekonyolan, dan kehinaannya. Karena sesudah itu tak ada puncak yang lebih puncak lagi. Tak ada kebodohan yang lebih bodoh lagi. Tak ada kekonyolan yang lebih konyol lagi. Tak ada kehinaan yang lebih hina lagi.

Di sekiar waktu 2004 adalah saat pergerakan dua arah: satu arus menuju kehancuran dan kematian, arus lain menuju harapan dan kehidupan baru. Anda tinggal mendaftarkan diri kepada yang mana. Di sekitar waktu itu pula manusia Indonesia sedang menentukan pilihan untuk akan hancur sama sekali atau percaya kepada harapan baru. Kalau bangsa Indonesia masih memiliki sisa akal sehat, Pemilu 2004 adalah batas terakhir terciptanya pemerintah yang jahat dan penghina rakyat kecil. Sesudah itu tak ada waktu lagi. Kemungkinannya tinggal dua: gila bersama atau ada kemusnahan yang cukup besar-besaran untuk sebuah matahari baru.

Pada saat surup mata kita rabun. Tidak memiliki daya tangkap yang objektif terhadap cahaya dan terhadap kegelapan. Pada saat surup, akal berada dalam keadaan paling tidak sehat. Orang sudah tidak bisa membedakan pekerjaan mana yang menyelamatkannya dan mana yang mencelakakannya. Orang tidak mengerti kapan merasa bangga kapan merasa malu. Orang tidak paham apa yang harus diungkapkan apa yang harus disembunyikan. Orang hampir tidak punya parameter tentang hampir apa pun. Tak ada baik dan buruk, mulia atau hina, elegan atau konyol. Yang dimengerti hanya satu: yakni menuruti selera dan nafsu sesaat.

Bangsa Indonesia tahu persis bahwa dirinya sengsara berpuluh-puluh tahun, tetapi mereka terus menyembah-nyembah tokoh-tokoh yang bukan hanya tak mampu memberi harapan, tetapi yang bahkan telah terbukti menyengsarakannya selama ini. Mereka bilang anti-KKN, tetapi tiap hari koran-koran mereka memuat Taufik Kiemas seakan-akan dia Presiden Republik Indonesia. Semua ribut anti-Orba, tetapi mereka mengerubungi Mbak Tutut dan mengekspose fotonya di mana-mana. Seandainya ilmu ini sempit, maka hanya satu kalimat yang bisa kita ucapkan: "Bangsa ini hanya punya satu bakat, yakni bakat untuk hancur".

Itulah keadaan surup. Tahukah engkau apa yang sebaiknya engkau lakukan pada saat surup? Begitu banyak orang, dari berbagai profesi, yang berbusung dada merasa dirinya sedang berjaya dan sedikit pun tak mengetahui bahwa sebenarnya dia sedang menuju kehancuran. (Repositori Emha Ainun Nadjib)
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih anda sudah berkunjung ke Blog pencerahan ini, Semoga bermanfaat untuk kita semua. Silahkan berkomentar atau meninggalkan link teman-teman dengan santun peseduluran.

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Pencari Hakikat - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger