Pelaku utama demokrasi bukanlah parpol, majelis dan dewan perwakilan
Rak-yat, pemerintah atau lembaga negara apapun yang lain. Pemeran utama
demokrasi adalah rakyat. Dan rakyat Indonesia tahun 2009 ini sudah
membuktikan diri sebagai rakyat yang bukan hanya tak bisa ditipu lagi
oleh kalang-an politisi kelas manapun. Lebih dari itu: pada diri rakyat
Indonesia, sudah tidak bisa dijumpai lagi alasan-alasan untuk
diremehkan oleh masyarakat dunia.
Semakin
banyak jumlah rak-yat suatu negara, semakin sukar pemerintah
mengaturnya, -bahkan juga semakin tidak gampang rakyat yang banyak itu
-mengatur dirinya sendiri. Tetapi 238 juta rakyat Indonesia berhasil
dengan mulus menata dirinya dalam situasi apapun, bahkan seandainya tak
ada negara dan pemerintah pun, me-reka sanggup mengelola diri mereka
sendiri. Pemilu na-sional tahap pertama 2009 mereka jalani dengan mulus
dan menghasilkan pilihan-pilihan yang akurat.
Di
mana-mana di seluruh mu-ka bumi, kemampuan rakyat memilih adalah atas
dua sampai tiga partai politik. Tetapi keluasan pemikiran rakyat
Indonesia, kebesaran jiwanya, kecerdasan persepinya serta ketajaman
pandangannya sanggup mengatasi keruwetan-keruwetan tingkat tinggi yang
diakibatkan oleh lebih dari 40 partai politik. Berhadapan dengan 44 ekor
ayam saja pusing kepala kalau di-suruh mengamati dan menentukan
pilihan. Dikepung oleh 44 anjing, bisa gegar otak kita untuk menentukan
secara saksama dan akurat suatu gonggongan berasal dari anjing yang
mana, dan gonggongan yang lain keluar dari mulut yang mana.
Tetapi
rakyat Indonesia memiliki ketenangan hati dan kesabaran mental yang
luar biasa, se-hingga mereka menjalani pemilihan atas puluhan partai
politik dan ribuan calon wakil mereka dengan sangat enteng, tanpa beban
yang signifikan, mulus, lancar dan tepat sasaran. Rakyat Indonesia
bagaikan pendekar sangat mumpuni yang dikerubungi oleh ribuan nyamuk,
namun sanggup menangkap beberapa ekor tanpa gerakan-gerakan yang muluk
atau berlebihan.
Kemenangan adalah Kebenaran
Hampir
sempurna. Sedemikian primanya kualitas peran rakyat Indonesia dalam
Pemilu 2009 sehingga segala hal yang menyangkut peran mereka tak ada
yang perlu dipersoalkan, dipertanyakan, didiskusikan atau diperdebatkan
di media-media massa cetak maupun tayang.
Tidak
tinggi keperluan untuk menyelenggarakan, misalnya, talk-show tentang
kenapa rakyat memilih ini dan tidak memilih itu, kenapa tokoh ini
mengalahkan tokoh itu dalam aspirasi para pemilih. Soal itu sudah
matang. Rakyat pasti benar. Sehingga bisa secara mantap diambil
ke-simpulan bahwa yang menanglah yang benar, alias yang benar adalah
yang menang. Kebenaran adalah kemenangan, kemenangan adalah kebenar-an.
Yang menang selalu benar, yang kalah selalu salah. Yang menang pasti
benar, yang kalah pasti salah.
Wilayah
demokrasi yang masih memerlukan bimbingan dari media massa melalui
dialektika pemikiran dan interaksi wawasan adalah mengenai siapa saja
yang layak, yang sebaiknya, yang mestinya, yang cocoknya menjadi
presiden dan wakilnya. Semua pihak membuka buku-buku di pikiran
kepalanya masing-masing untuk menemukan yang paling emas dari berbagai
kemungkinan pucuk pimpinan negara.
Tidak
hanya para pakar politik dan negarawan yang diharapkan menyumbangkan
pemikiran tentang ini, tapi juga sebanyak mungkin kalangan rakyat
sendiri. Dan, untuk bicara jujur: sesungguhnya mereka-reka siapa
presiden dan wakilnya sudah bukan masalah berat lagi, bahkan sudah
menjadi semacam pekerjaan estetik dan artistik, kegiatan keindah-an.
Yang penting rakyat sudah memuncaki pemilu de-ngan kematangan
wawasannya, maka soal presiden dan wakil ibaratnya tinggal memoles,
tinggal menghias, kata orang Jawa: mamayu hayuning nagari.
Termasuk
menghitung-hitung parpol apa yang mestinya kawin sama parpol apa,
parpol mana yang tepatnya berkoalisi dengan parpol apa. Itu juga sudah
bukan kerepotan lagi. Pada dasarnya rakyat sangat dewasa dalam
mencintai partai-partai politik itu, sehingga sangat mengayomi setiap
kemungkinan koalisi yang terjadi di antara mereka. Tak akan jadi
masalah bagi rakyat siapa saja yang bergabung untuk berkuasa dan siapa
saja yang berkumpul untuk mengimbangi kekuasaan dengan kontrol.
Itu
semua menjadi nomor dua, karena yang utama sudah dicapai: yakni bahwa
rakyat, pelakon utama demokrasi, sudah lulus dengan nilai prima pada
hari-H pemilu, sebelum dilangsungkan keasyikan tentang capres cawapres
dan kemesraan tentang koalisi dan kolaborasi antar partai politik.
Rakyat Pasti Benar
Mungkin
tak banyak orang mengerti atau memahami, bahwa seorang anak muda asal
Krian, daerah Kiai Sufi di zaman dahulu yang bernama Kiai Sahlan,
adalah yang punya gagasan dan memperjuangkan hingga lahir undang-undang
pemilu tentang suara terbanyak.
Itu
sebuah lompatan raksasa dalam tradisi demokrasi. Kebe-bas-an memilih
tidak hanya berlaku pada skala umum nasional, tapi pagar internal
partai politik pun tidak harus dijebol demi kemerdekaan memilih.
Terserah seorang calon wakil rakyat ber-asal dari partai politik apa,
pokoknya rakyat bisa menyentuhnya dan memilihnya langsung tanpa
disaring oleh otoritas internal partai.
Ada
yang mengatakan apa gunanya organisasi dan mekanisme partai politik
kalau ia tidak punya hak untuk menjadi mesin penentu kualifikasi
produk-produknya?. Kritik ini sangat bisa dimafhumi karena lahirnya
dari spektrum partai politik. Di puncak demokrasi di mana rakyat adalah
primadona, cara berpikir parpol menjadi parsial dan mengandung
subyektivisme yang bisa jadi berbahaya. Tapi kalau orang parpol memiliki
kesadaran bahwa ia mendirikan parpol tidaklah untuk diri parpol itu
sendiri melainkan untuk rakyat, maka kritiknya itu akan terbentur dan
mental oleh kesadarannya yang lebih luas dan nasionalistik.
Parpol
adalah kebenaran mutlak pada dan untuk dirinya sendiri, tetapi
kebenar-an rakyat berada pada derajat yang lebih tinggi. Kebenaran
rakyat adalah puncak nilai demokrasi. Suara rakyat itu suara Tuhan.
Sebagaimana Tuhan tidak perlu diper-tanyakan, maka rakyat pun demikian.
Rakyat tidak bisa salah, pilihan rakyat tidak insyaallah baik dan
benar, tapi pasti benar dan baik. Kalau tak setuju pada ini, silakan
keluar dari rumah agung demokrasi. (Repositori Emha Ainun Nadjib)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih anda sudah berkunjung ke Blog pencerahan ini, Semoga bermanfaat untuk kita semua. Silahkan berkomentar atau meninggalkan link teman-teman dengan santun peseduluran.