Berdasarkan temuan kamper atau kapur
barus sebagai bahan pengawet pada mummy Fir’aun, Raja Mesir Kuno,
Prof.Mohammad Yamin memperkirakan bahwa kamper sudah diperdagangkan
sejak 6000 tahun lalu. Ada tiga daerah utama penghasil kapur barus,
yaitu Sumatera, Semenanjung Melayu, dan Borneo (Kalimantan).
Daerah di Sumatera yang sering
disebut-sebut dalam berbagai sumber tertulis – manuskrip catatan tertua
yang ditulis oleh Ptolemeus, seorang filsuf Alexandria pada abad I
Masehi – adalah Barus, suatu kota kuno di pantai barat Sumatera, yang
terletak antara Sibolga dan Singkel, yang sekarang masuk wilayah
Sumatera Utara.
Selain kapur barus, barang hasil bumi
berharga dari Nusantara yang ditemukan di wilayah Timur Tengah adalah
cengkih. Ketika menggali situs rumah seorang pedagang yang berasal dari
tahun 1700 Sebelum Masehi (3700 tahun lalu) di Terga, Efrat Tengah,
Iraq, Arkeolog Dr.Giorgio Buccellati terkagum-kagum dan seolah tak
percaya pada penglihatannya sendiri, ketika menemukan wadah berisi benda
seperti cengkih
“Sisa-sisa tanaman yang kami sebut
cengkih itu sekilas tidak seperti cengkih yang sesungguhnya, dan kesan
yang sama juga dikemukakan oleh Prof.Kathleen Galvin, ahli paleobotani
(Tanaman Purbakala) kami ketika itu. Tetapi , bagaimana jika hasil uji
benda itu benar-benar cengkih? Mengapa hal tersebut luar biasa? Hal ini
terjadi karena di muka bumi hanya ada satu tempat di mana cengkih dapat
tumbuh kala itu, yaitu kepulauan Maluku, sebuah kepulauan kecil yang
berada di Nusantara.” Ujar Dr.Giorgio Buccellati dalam E-mail kepada
Robert Dick-Read pada 11 April 2002. Dimuat dalam buku Robert Dick-Read,
Penjelajah Bahari, penerjemah Edrijani Azwaldi, (Bandung: Mizan, 2008), halaman 38.
Bila di kawasan Timur Tengah ditemukan
barang-barang dari Nusantara, ternyata di Pulau Timor ditemukan
benda-benda dari Timur Tengah. Arkeolog Inggris, Dr.Julian Reade
menemukan sisa-sisa fosil biri-biri di situs bekas pemukiman sekitar
tahun 1500 SM, yang berjarak beberapa ratus mil sebelah selatan
Kepulauan Maluku.
Kemudian muncul pertanyaan : Mengapa
benda-benda tersebut bisa berada di Pulau Timor (Nusantara) dan di Timur
Tengah pada masa itu? Saling bertukar tempat, satu dengan lainnya.
Robert Dick-Read menggambarkan hipotesis
Moh.Yamin: “Ada kemungkinan perdagangan lewat laut kemudian diteruskan
lewat darat, antara Mediterania dan Nusantara yang sudah cukup mapan
selama ribuan tahun. Hal ini terjadi, jauh dari aliran kegiatan antara
Indus dan Babilonia, barang-barang dari Mesir secara pasti mencapai
Efrat Tengah sejak 1700 SM, bahkan mungkin jauh lebih awal.”
Robert Dick-Read menolak teori bahwa
bangsa Persia, Arab, dan India adalah pelaku perdagangan kuno kala itu,
bahkan hingga masa Romawi abad I Masehi. Menurutnya bangsa Persia dan
Arab masih berada di pantai-pantai dengan perahu kecil mereka, begitu
pula tak ada kapal-kapal India yang pernah mengirim barang-barang
menyeberangi lautan lepas samudera menuju Laut Merah dalam pelayaran
menuju Romawi. Robert menambahkan, mereka bukan pelaut dari China, sebab
bangsa China baru berlayar ke Asia Tenggara sekitar abad ke-7.
Mengutip hipotesis “Polinesia” Hornell, Robert Dick-Read menyebut mereka
sebagai pelaut misterius Austronesia.
Menurut ahli genetika dari Universitas
Oxford, Stephen Oppenheimer, asal pelaut Austronesia adalah dari
Nusantara. Robert pada riset terbarunya, akhirnya menyebut hanya pelaut
dari Nusantara yang mampu belayar di samudera luas, dengan kapal-kapal
bercadik mereka yang kuat, karena terbuat dari kayu trembesi dan kayu
jati, membatalkan teori lamanya yang dikenal Teori Hipotesis Out of
Taiwan.
Pendapat ini diakui pula oleh arkeolog
Universitas Indonesia, Prof.Agus Aris Munandar melalui penelitian Situs
Pasemah, Lembah Bada, dan Goa Made. Berdasarkan kronologi secara akurat,
topeng perunggu yang ditemukan di Goa Made telah dibuat pada tahun 3000
SM (5000 tahun lalu), lebih tua dari kebudayaan perunggu Dong-son di
Vietnam.
Temuan arkeologi telah memecahkan
hipotesis tentang bangsa Austronesia yang melakukan pelayaran dengan
wilayah Timur Tengah. Mereka diidenfikasi berasal dari dua wilayah,
yaitu Jawa dan Sumatera. Berdasarkan fakta ini, boleh disimpulkan bahwa:
Tanpa pelaut Nusantara, tidak ada mummy Fir’aun dan Piramida Mesir.
Kenapa demikian? Sebab jasad Fir’aun, Raja Mesir Kuno, dapat tetap awet
berkat bahan pengawet yang di datangkan dari Nusantara, berupa kapur
barus. Lalu apa gunanya Piramida Mesir tanpa adanya mummy raja-raja
Mesir Kuno?
(keajaibandunia)
Sudah kuduga. Terimakasih.
BalasHapus