Sejarah bangsa kita mencatat, bahwa bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu,
kemudian disisipi oleh beberapa kosa kata dari berbagai bahasa daerah
di tanah air. Dan populer sejak era pergerakan bangsa pribumi dalam
menentang kolonial Belanda pada awal abad 20. Menurut Sejarawan, bahasa Indonesia sebenarnya sudah ada sejak 660 tahun yang lalu, tepatnya pada masa kejayaan Majapahit.
Maha Patih Gajah Mada, pada tahun 1350-an melakukan politik “tata bahasa”.
Yaitu sejak Orang Pasai dibebaskan dari status mereka sebagai tawanan.
Karena mereka dianggap berjasa dalam membangun tata kota, maka Gajah
Mada memberikan tempat tinggal di Troloyo di kota Trowulan Ibukota
Majapahit saat itu.
Namun keberadaan mereka di jantung pemerintahan, kurang disukai oleh kaum Resi. Karena Orang Pasai pandai berbahasa Sansekerta,
dan membuat banyak pembesar Majapahit menjadi tertarik untuk
mempelajari Islam. Sehingga perlu dibuat aturan baru, untuk membedakan
strata sosial saat itu.
Dalam melaksanakan aspirasi kaum Resi, Gajah Mada memerintahkan kepada kaum pedagang muslim untuk menyusun bahasa Melayu Baru, yaitu bahasa Melayu yang menghilangkan unsur kosa kata bahasa Sansekerta (keling), dan menggunakan serapan kosa kata dari bahasa Arab yang saat itu digunakan sebagai bahasa pergaulan di kota-kota pelabuhan.
Untuk menuliskan surat berbahasa Melayu Baru
itu, orang-orang Islam menggunakan aksara Arab yang dimodifikasi dengan
bahasa Melayu. Yaitu dengan membuat huruf-huruf Arab baru yang sama
sekali tidak dikenal oleh bangsa Arab itu sendiri (Jawi Scrip).
Gajah Mada membatasi penggunaan bahasa Keling,
khusus hanya untuk para Resi dan para Santri Hindu saja yang boleh
memakainya. Para prajurit, para Mpu dan pembesar Majapahit di pusat
kekuasaan, justru lebih menyukai menggunakan bahasa Jawa abad
pertengahan (bahasa Kawi). Orang-orang dari luar Pulau Jawa, Madura & Bali, harus menggunakan bahasa Melayu Baru bila mereka bertransaksi dengan orang lain dari luar daerahnya.
Bahasa Melayu Baru dan aksara Jawi dikenal sebagai bahasa kaum pedagang. Orang-orang Arab asli menyebut para pribumi Nusantara yang sering berbahasa Melayu Baru dan menulis surat dengan huruf Arab-Jawi, sebagai Orang Jawi
(penduduk Nusantara), tak peduli dari daerah mana pun mereka berasal.
Misalnya: Hassan al Bantani al Jawi, artinya: Hassan dari kota Banten
dari negeri Nusantara.
Dengan adanya politik “tata bahasa”
yang diatur oleh Gajah Mada, otomatis bahasa sehari-hari yang paling
banyak digunakan di seluruh pelabuhan imperium Nusantara era Majapahit
dan seterusnya, adalah bahasa Melayu Baru. Tanpa
disengaja, bahasa Melayu yang bercampur dengan kosa kata bahasa Arab
ini, ternyata memudahkan para da’i penyiar agama Islam dalam menyebarkan
risalah mereka kepada penduduk Nusantara di kemudian hari.
Bukti-bukti Bahasa Indonesia berasal dari Serapan Kosa Kata Bahasa Arab
Mari kita perhatikan kalimat berikut ini:
Pada hari Senin, ayah menghadiri musyawarah masyarakat di kantor
Kelurahan. Dalam acara itu, dibahas tentang masalah nasib rakyat miskin.
Namun belum sempat Pak Lurah mengakhiri kalimatnya, tiba-tiba ada
seekor anjing gila yang mengamuk. Maka para hadirin berlarian
kalangkabut meninggalkan ruangan Dewan Kelurahan.
Dari kalimat diatas, ada banyak kosa kata yang berasal dari serapan bahasa Arab, yaitu:
Senin asal kata Isnin (artinya hari kedua), ayah asal kata abuya (orang tua yang laki-laki), hadir asal kata hadir (ada ditempat), musyawarah asal kata musyawaroh (membahas masalah), masyarakat asal kata masyarakat (orang-orang yang mematuhi hasil musyawarah), dalam asal kata al alam (berada di), masalah asal kata masalah (perihal), nasib asal kata nasib, rakyat asal kata ra’yat (orang yang taat kepada pemimpin), miskin asal kata miskin (orang susah), akhir asal kata akhir, kalimat asal kata kalimat (susunan kata), hadirin asal kata hadirin (orang yang ada di tempat), kalangkabut asal kata al ankabut (berhamburan seperti laba-laba yang koyak sarangnya), dewan asal kata diwan (kumpulan orang yang membahas kitab).
Mari kita perhatikan lagi kalimat berikut
ini: Pak Sabur duduk di kursi majelis hakim untuk membacakan surat
amar putusan sidang. Dengan sabar, dia menyiasati intrik orang-orang
serakah itu.
Ada pun kosa kata yang berasal dari serapan bahasa Arab, yaitu: Kursi asal kata Kursy (tempat duduk), majelis asal kata majlish (tempat sidang), hakim asal kata hakam atau hakim (orang yang menegakan hukum), surat asal kata surat (kalimat yang ditulis), amar asal kata amr (perintah), sabar asal kata sabar, siasat asal kata syiasat (strategi), serakah asal kata syurakah (nama tokoh dari Arab – bersifat tamak).
Tak banyak orang yang menyadari bila
mayoritas kosa kata dalam bahasa Indonesia juga bahasa Melayu berasal
dari serapan bahasa Arab. Itulah sebabnya, kenapa umat Kristen di
Indonesia menyebut Tuhan dengan sebutan Allah.
(keajaibandunia)
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih anda sudah berkunjung ke Blog pencerahan ini, Semoga bermanfaat untuk kita semua. Silahkan berkomentar atau meninggalkan link teman-teman dengan santun peseduluran.