Home » , » Cak Nun : Pemerintah Miskin, Butuh Merampok Rakyat

Cak Nun : Pemerintah Miskin, Butuh Merampok Rakyat

Written By Unknown on Kamis, 16 Januari 2014 | 09.07

Betapa lama budayawan Emha Ainun Nadjib berpuasa untuk menulis di media manapun karena merasa tidak ada “perintah” untuk menuangkan perenungannya terhadap kondisi negara dan bangsa Indonesia yang sepertinya sudah bisa dipikir. “Saking nemene,” kata Arek Suroboyo, saking parahnya. Bersama komunitas asuhannya, Maiyah, Cak Nun ajeg menggelar Forum Pencerahan, antara lain,  Padhang mBulan (Jombang), Bang Bang Wetan (Surabaya), Kenduri Cinta (Jakarta),  juga di Malang, Semarang, Sidoarjo, Yogyakarta dan beberapa kota lainnya.

Kini dia merasa adanya “perintah” yang mengusik hatinya untuk kembali menuturkan perenungannya kemudian disuguhkan kepada Tabloid Indiependen. Dengan ketajaman batin dan pikirannya, Cak Nun menjabarkan pertanyaan yang diajukan Rokimdakas. Kepeduliannya untuk bergerak bersama ini  merupakan berkah tersendiri di bulan Ramadhan. Berikut penuturannya :

Negara-negara Barat sebagai penganut sistem neolib berakhir pada perekonomian yang ambruk. Apa yang  membuat pemimpin pemerintahan Indonesia tetap bebal untuk tetap  menganut neolib?
Saya tidak menemukan bahwa pemimpin Pemerintahan Indonesia menganut ideologi dan sistem politik perekonomian neo-liberalisme. Praktek dan wujudnya memang demikian, bahkan bisa disebut melebihi itu, katakanlah: ultra-neo-liberal.

Tetapi itu dijalankan bukan karena menganut atau memilih. Yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, saya sebut dua saja:
Pertama, bukan memilih berdasar prinsip ideologis, melainkan mengambil yang paling menguntungkan. Menguntungkan bagi siapa? Tentu saja harus bagi kelompok pemimpin yang sedang berkuasa beserta golongannya serta siapapun yang mau bergabung menjadi golongannya.

Kalau yang menguntungkan Neolib ya pakai neolib. Kalau yang menguntungkan komunisme-sosialisme, ya ambil itu. Monggo saja, mau Utsman bin Affanisme, perekonomian Iblisisme atau Allahisme, apa saja, asal menguntungkan untuk saya, kelompok dan pengikut saya, maka itu yang saya ambil.

Siapa yang mau ikut kami, silahkan. Misalnya yang berkuasa Partai Kluwung, semua siapa saja yang bukan Kluwung silahkan mengubah kemakhlukannya menjadi Kluwung. Ibaratnya yang memimpin Partai Musang, maka para ayam, tekek, kadal dan semua binatang silahkan mengubah dirinya menjadi Musang,  bahkan bisa segera diangkat menjadi Ketua Partai Musang.

Kedua, nasionalisme Bangsa Indonesia tidak punya kwalitas sampai ke kadar substansi, sampai ke kedalaman dan akar. Mungkin juga nasionalisme Bangsa Indonesia cukup mendalam dan berakar untuk hal-hal tertentu yang bersifat emosional, misalnya sepakbola, makanan dan jaran kepang. Tapi kalau sudah ke tingkat pemikiran, akidah, ideologi, etika dan moral, prinsip-prinsip yang mendasar, insya Allah Bangsa Indonesia sudah tidak memerlukan nasionalisme lagi.

Maka langkah mengambil Neoliberalisme itu karena mainstream globalnya memang demikian. Yang “usum” secara internasional ya Neolib itu. Kita tidak berani berdiri menjadi “bangsa yang tidak usum”. Sejak awal kemerdekaan kita langsung milih yang “usum”, yakni bikin Negara. Padahal boleh bikin yang bukan Negara, meskipun juga yang bukan Kerajaan. Bisa bikin baru , yang tidak sama dengan yang lain-lain di muka bumi. Apa itu? Takon temenan ta….

Maka, kecuali pretelan era Bung Karno pada momentum “Go to gell with your aid..”, “Inggris dilinggis, Malaysia diseterika” dst, selebihnya bangsa dan Pemerintahan kita sukses mengajukan diri untuk menjadi bangsa jajahan lebih lanjut. Sampai-sampai kita didaftar sebagai “Negara Dunia Ketiga”, bahkan “Bangsa Terbelakang” kita ikhlas legowo, dan malah bangga. Terus kita dipecut beramai-ramai untuk berlari mengejar “yang di depan”.

Padahal sejak tulisan saya era 1970an, silahkan dilacak kembali, saya tidak pernah mau mengejar mereka, karena saya tidak terbelakang, arah berlari saya tidak sama dengan mereka, hampir segala sesuatunya berbeda bahkan banyak hal bertentangan. Bagi hidup saya Barat berasal dari Timur, sehingga perjalanan Barat adalah mengejar dan kembali ke Timur, sampai pada siklus ke sekian di peradaban: umat manusia akan menemukan koordinat kesadaran “tidak Timur tidak Barat”, la syarqiyyah wa la ghorbiyah.

Akibat neolib budaya tradisi yang guyub rukun berubah transaksional dan kita sekarang  getun kehilangan gotong royong, soyo dll.. Kearifan seperti itu  apa sudah tidak bisa dikembalikan lagi?

Gotong royong itu bukan filosofi atau ideologi, melainkan input dari kebersamaan hidup, dari keberjamaahan, dari komunalitas. Kalau mau mengembalikan gotong royong, yang harus dirintis kembali adalah lingkaran-lingkaran komunitas, misalnya Bangbang Wetan dll. Sebab selama ini yang sudah terlanjur dibangun adalah situasi sosial di mana manusia berkaitan dengan manusia lain, di luar keluarga-keluarga inti, adalah atas dasar kepentingan, profesi, keuntungan pribadi, ekspoloitasi, manipulasi atau paling pol hobi. Hanya tersisa sedikit manusia berhubungan dengan manusia lain atas dasar nilai kemanusiaan.
Hubungan yang seperti eksploitatis atas dasar kepentingan keuntungan sesungguhnya tidak halal untuk disebut hubungan sosial.
Bukan, itu bukan hubungan sosial di “desa manusia”. Yang berlangsung dalam Neolib adalah hubungan “hewan rimba” yang penuh kebuasan dan keserakahan.

Karena negara tidak pernah hadir dalam banyak  persoalan, rakyat kemudian menggabungkan diri dalam komunitas. Apa yg patut dilakukan agar pengelompokan seperti tidak menjadi masalah sosial?

Lakukan saja. Kalau kau penuhi dirimu dengan kebenaran masa depan, yang diwadahi oleh tabung bening keikhlasan, maka tidak ada kekuatan dari luar yang bisa menyentuhmu. Itu adalah Tuhan sendiri yang ber-tajalli, menjelma, kemudian menyalurkan di wajahmu, tangan kaki dan seluruh ekspresimu suatu gelombang yang Ia sebut “sulthan”.

Para pemimpin sepertinya terkena “kutukan” leluhur karena tidak amanah merawat dan mengembangkan negara yg diwariskan untuk kemakmuran, sehingga seluruh penghuni Indonesia – manusia, jin, siluman dan sejenisnya – marah dalam diam.  Apa yang harus disadari oleh orang-orang yang sedang  memegang kekuasaan agar tidak melewati batas toleransi? 

Para Pemimpin teruskan saja menindas dan mencuri. “Sawaun ‘alaihim aandzartahum am lam tundzirhum la yu’minun”. Sama saja kau kasih peringatan atau tidak, tetap mereka tidak percaya. Saya menemukan kebenaran ayat ini di Indonesia karena saya yang dititipi rahasia turunnya Suharto, naik turunnya Gus Dur (yang seharusnya menjadi Sunan Kalijaga dan sesudah waktu tertentu memimpin rakyat mencari Raden Patah), serta perkenan eksperimentasi (tajribah) SBY untuk periode pertama dst.
Kalau iseng-iseng mau menengok, tengok dua hal saja sementara.

Pertama, pelajari wacana-wacana dari “Sidang Rekonsiliasi Leluhur” yang sedang berlangsung. Tanya kiri kanan lah.
Kedua, mulai buka mata bahwa yang dikenal publik selama ini adalah Malaikat-Malaikat Allah di bidang Yudikatif. Sementara dua bidang lain yang sekarang justru sangat sibuk bekerja adalah para Malaikat Legislatif dan kemudian segera bekerja seru para Malaikat Eksekutif.

Yang disebut Malaikat juga tolong jangan berhenti pada “petunjuk Kitab Suci”. Namanya juga “huda”, “hudan”, hidayah — seperti jari telunjuk yang dipakai untuk menunjukkan arah kebenaran yang dicari. Kebenarannya tidak terhenti pada jari telunjuknya, tapi kita harus menelusuri arah yang dituding atau ditunjuk itu sampai entah berapa ribu kalipun engkau terbanting di kehampaan cakrawala…

Omong-omong apa negara Indonesia ini masih ada atau sekedar fatamorgana? Kok rakyate urip sak isok-isoke, urip karepmu gak urip bejane awak. Ngono a?  - Kok rakyatnya hidupnya sebisa-bisanya, mau hidup ya terserah,  tidak bisa hidup ya terserah. Begitu?..

Pemerintah Indonesia sangat miskin, sehingga butuh merampok. Rakyat Indonesia sangat kaya, sehingga enteng saja dirampoki.  Rakyat Indonesia pekerja keras, kewirausahaan level menengah sampai ke bawah luar biasa, mereka yang menyangga kehidupan Negara. Tolong pelajari dengan berbagai ilmu dan metodologi bahwa kita rakyat Indonesia dalam kehidupan nyata sehari-hari jauh lebih enak, lebih hangat, lebih apa saja ada, lebih mudah, lebih longgar dll dibanding rakyat Amerika atau Eropa. Silahkan teliti secara ilmiah.
 
Sumber : http://indiependen.com/pemerintah-miskin-butuh-merampok-rakyat/
Share this article :

0 komentar:

Posting Komentar

Terima kasih anda sudah berkunjung ke Blog pencerahan ini, Semoga bermanfaat untuk kita semua. Silahkan berkomentar atau meninggalkan link teman-teman dengan santun peseduluran.

 
Support : Your Link | Your Link | Your Link
Copyright © 2013. Pencari Hakikat - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger