Betapa lama budayawan Emha Ainun Nadjib berpuasa
untuk menulis di media manapun karena merasa tidak ada “perintah” untuk
menuangkan perenungannya terhadap kondisi negara dan bangsa Indonesia
yang sepertinya sudah bisa dipikir. “Saking nemene,” kata Arek
Suroboyo, saking parahnya. Bersama komunitas asuhannya, Maiyah, Cak Nun
ajeg menggelar Forum Pencerahan, antara lain, Padhang mBulan (Jombang),
Bang Bang Wetan (Surabaya), Kenduri Cinta (Jakarta), juga di Malang,
Semarang, Sidoarjo, Yogyakarta dan beberapa kota lainnya.
Kini dia merasa adanya “perintah” yang mengusik hatinya untuk kembali
menuturkan perenungannya kemudian disuguhkan kepada Tabloid Indiependen. Dengan ketajaman batin dan pikirannya, Cak Nun menjabarkan pertanyaan yang diajukan Rokimdakas. Kepeduliannya untuk bergerak bersama ini merupakan berkah tersendiri di bulan Ramadhan. Berikut penuturannya :
Negara-negara Barat sebagai penganut sistem neolib berakhir
pada perekonomian yang ambruk. Apa yang membuat pemimpin pemerintahan
Indonesia tetap bebal untuk tetap menganut neolib?
Saya tidak menemukan bahwa pemimpin Pemerintahan Indonesia menganut
ideologi dan sistem politik perekonomian neo-liberalisme. Praktek dan
wujudnya memang demikian, bahkan bisa disebut melebihi itu, katakanlah:
ultra-neo-liberal.
Tetapi itu dijalankan bukan karena menganut atau memilih. Yang dilakukan oleh Pemerintah Indonesia, saya sebut dua saja:
Pertama, bukan memilih berdasar prinsip ideologis, melainkan
mengambil yang paling menguntungkan. Menguntungkan bagi siapa? Tentu
saja harus bagi kelompok pemimpin yang sedang berkuasa beserta
golongannya serta siapapun yang mau bergabung menjadi golongannya.
Kalau yang menguntungkan Neolib ya pakai neolib. Kalau yang
menguntungkan komunisme-sosialisme, ya ambil itu. Monggo saja, mau
Utsman bin Affanisme, perekonomian Iblisisme atau Allahisme, apa saja,
asal menguntungkan untuk saya, kelompok dan pengikut saya, maka itu yang
saya ambil.
Siapa yang mau ikut kami, silahkan. Misalnya yang berkuasa Partai
Kluwung, semua siapa saja yang bukan Kluwung silahkan mengubah
kemakhlukannya menjadi Kluwung. Ibaratnya yang memimpin Partai Musang,
maka para ayam, tekek, kadal dan semua binatang silahkan mengubah
dirinya menjadi Musang, bahkan bisa segera diangkat menjadi Ketua
Partai Musang.
Kedua, nasionalisme Bangsa Indonesia tidak punya kwalitas sampai ke
kadar substansi, sampai ke kedalaman dan akar. Mungkin juga nasionalisme
Bangsa Indonesia cukup mendalam dan berakar untuk hal-hal tertentu yang
bersifat emosional, misalnya sepakbola, makanan dan jaran kepang. Tapi
kalau sudah ke tingkat pemikiran, akidah, ideologi, etika dan moral,
prinsip-prinsip yang mendasar, insya Allah Bangsa Indonesia sudah tidak
memerlukan nasionalisme lagi.
Maka langkah mengambil Neoliberalisme itu karena mainstream globalnya
memang demikian. Yang “usum” secara internasional ya Neolib itu. Kita
tidak berani berdiri menjadi “bangsa yang tidak usum”. Sejak awal
kemerdekaan kita langsung milih yang “usum”, yakni bikin Negara. Padahal
boleh bikin yang bukan Negara, meskipun juga yang bukan Kerajaan. Bisa
bikin baru , yang tidak sama dengan yang lain-lain di muka bumi. Apa
itu? Takon temenan ta….
Maka, kecuali pretelan era Bung Karno pada momentum “Go to gell with
your aid..”, “Inggris dilinggis, Malaysia diseterika” dst, selebihnya
bangsa dan Pemerintahan kita sukses mengajukan diri untuk menjadi bangsa
jajahan lebih lanjut. Sampai-sampai kita didaftar sebagai “Negara Dunia
Ketiga”, bahkan “Bangsa Terbelakang” kita ikhlas legowo, dan malah
bangga. Terus kita dipecut beramai-ramai untuk berlari mengejar “yang di
depan”.
Padahal sejak tulisan saya era 1970an, silahkan dilacak kembali, saya
tidak pernah mau mengejar mereka, karena saya tidak terbelakang, arah
berlari saya tidak sama dengan mereka, hampir segala sesuatunya berbeda
bahkan banyak hal bertentangan. Bagi hidup saya Barat berasal dari
Timur, sehingga perjalanan Barat adalah mengejar dan kembali ke Timur,
sampai pada siklus ke sekian di peradaban: umat manusia akan menemukan
koordinat kesadaran “tidak Timur tidak Barat”, la syarqiyyah wa la ghorbiyah.
Akibat neolib budaya tradisi yang guyub rukun berubah transaksional dan kita sekarang getun kehilangan gotong royong, soyo dll.. Kearifan seperti itu apa sudah tidak bisa dikembalikan lagi?
Gotong royong itu bukan filosofi atau ideologi, melainkan input dari
kebersamaan hidup, dari keberjamaahan, dari komunalitas. Kalau mau
mengembalikan gotong royong, yang harus dirintis kembali adalah
lingkaran-lingkaran komunitas, misalnya Bangbang Wetan dll. Sebab selama
ini yang sudah terlanjur dibangun adalah situasi sosial di mana manusia
berkaitan dengan manusia lain, di luar keluarga-keluarga inti, adalah
atas dasar kepentingan, profesi, keuntungan pribadi, ekspoloitasi,
manipulasi atau paling pol hobi. Hanya tersisa sedikit manusia
berhubungan dengan manusia lain atas dasar nilai kemanusiaan.
Hubungan yang seperti eksploitatis atas dasar kepentingan keuntungan sesungguhnya tidak halal untuk disebut hubungan sosial.
Bukan, itu bukan hubungan sosial di “desa manusia”. Yang berlangsung
dalam Neolib adalah hubungan “hewan rimba” yang penuh kebuasan dan
keserakahan.
Karena negara tidak pernah hadir dalam banyak persoalan,
rakyat kemudian menggabungkan diri dalam komunitas. Apa yg patut
dilakukan agar pengelompokan seperti tidak menjadi masalah sosial?
Lakukan saja. Kalau kau penuhi dirimu dengan kebenaran masa depan,
yang diwadahi oleh tabung bening keikhlasan, maka tidak ada kekuatan
dari luar yang bisa menyentuhmu. Itu adalah Tuhan sendiri yang ber-tajalli, menjelma, kemudian menyalurkan di wajahmu, tangan kaki dan seluruh ekspresimu suatu gelombang yang Ia sebut “sulthan”.
Para pemimpin sepertinya terkena “kutukan” leluhur karena
tidak amanah merawat dan mengembangkan negara yg diwariskan untuk
kemakmuran, sehingga seluruh penghuni Indonesia – manusia, jin, siluman
dan sejenisnya – marah dalam diam. Apa yang harus disadari oleh
orang-orang yang sedang memegang kekuasaan agar tidak melewati batas
toleransi?
Para Pemimpin teruskan saja menindas dan mencuri. “Sawaun ‘alaihim
aandzartahum am lam tundzirhum la yu’minun”. Sama saja kau kasih
peringatan atau tidak, tetap mereka tidak percaya. Saya menemukan
kebenaran ayat ini di Indonesia karena saya yang dititipi rahasia
turunnya Suharto, naik turunnya Gus Dur (yang seharusnya menjadi Sunan
Kalijaga dan sesudah waktu tertentu memimpin rakyat mencari Raden
Patah), serta perkenan eksperimentasi (tajribah) SBY untuk periode pertama dst.
Kalau iseng-iseng mau menengok, tengok dua hal saja sementara.
Pertama, pelajari wacana-wacana dari “Sidang Rekonsiliasi Leluhur” yang sedang berlangsung. Tanya kiri kanan lah.
Kedua, mulai buka mata bahwa yang dikenal publik selama ini adalah
Malaikat-Malaikat Allah di bidang Yudikatif. Sementara dua bidang lain
yang sekarang justru sangat sibuk bekerja adalah para Malaikat
Legislatif dan kemudian segera bekerja seru para Malaikat Eksekutif.
Yang disebut Malaikat juga tolong jangan berhenti pada “petunjuk
Kitab Suci”. Namanya juga “huda”, “hudan”, hidayah — seperti jari
telunjuk yang dipakai untuk menunjukkan arah kebenaran yang dicari.
Kebenarannya tidak terhenti pada jari telunjuknya, tapi kita harus
menelusuri arah yang dituding atau ditunjuk itu sampai entah berapa ribu
kalipun engkau terbanting di kehampaan cakrawala…
Omong-omong apa negara Indonesia ini masih ada atau sekedar fatamorgana? Kok rakyate urip sak isok-isoke, urip karepmu gak urip bejane awak. Ngono a? - Kok rakyatnya hidupnya sebisa-bisanya, mau hidup ya terserah, tidak bisa hidup ya terserah. Begitu?..
Pemerintah Indonesia sangat miskin, sehingga butuh merampok. Rakyat
Indonesia sangat kaya, sehingga enteng saja dirampoki. Rakyat Indonesia
pekerja keras, kewirausahaan level menengah sampai ke bawah luar biasa,
mereka yang menyangga kehidupan Negara. Tolong pelajari dengan berbagai
ilmu dan metodologi bahwa kita rakyat Indonesia dalam kehidupan nyata
sehari-hari jauh lebih enak, lebih hangat, lebih apa saja ada, lebih
mudah, lebih longgar dll dibanding rakyat Amerika atau Eropa. Silahkan
teliti secara ilmiah.
Sumber : http://indiependen.com/pemerintah-miskin-butuh-merampok-rakyat/
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih anda sudah berkunjung ke Blog pencerahan ini, Semoga bermanfaat untuk kita semua. Silahkan berkomentar atau meninggalkan link teman-teman dengan santun peseduluran.