Sebagaimana manusia biasa sesungguhnya sampai hari ini hati
saya belum bisa “menerima” dipanggilnya Mas Heru Yuwono oleh Yang Maha
Memilikinya.
Ya Allah, Engkau panggil hamba-Mu, manusia setulus itu, dari tengah
keadaan dimana besarnya kepalsuan manusia jauh lebih besar dari besarnya
bumi.
Engkau panggil saudara kami yang se-mukhlis itu hati lembutnya, dari
tengah masyarakat yang hilang kepribadiannya karena dipenuhi oleh
kepercayaan yang berlebihan atas topeng-topeng.
Engkau panggil intelektual yang sesportif itu di dalam memandang
kehidupan dan ummat manusia, dari tengah percaturan kaum cerdik pandai
yang beramai-ramai mengendarai kereta-kereta kecurangan terhadap akal
sehat.
Engkau panggil pejuang silaturahmi, kooperator kesejahteraan dan
perajut kasih sayang yang berjiwa seluas samudera, dari tengah bangsa
yang isi utama sejarahnya adalah perilaku penyempitan, pergerakan
pendangkalan dan perjuangan individualisme.
Engkau panggil sahabat kami yang selalu menampung dan tidak menuntut
siapapun untuk menampungnya, yang selalu santun tanpa menunggu
kesantunan siapapun saja kepadanya, yang selalu menjadi ruang dan kami
semua adalah kumpulan perabot-perabot yang selalu merepotkannya.
Engkau panggil hamba kiriman-Mu yang senantiasa memperlakukan kami
lebih dari saudaranya sekandang dan sedarah, khalifah-Mu yang senantiasa
memurahi kami dengan berbagai bentuk kasih sayang melebihi mereka yang
sesungguhnya berkewajiban atas kami.
Engkau memanggil hamba-Mu, Bapak yang amat sangat dicintai, dipatuhi,
dan dibanggakan oleh istri anak-anak dan seluruh keluarganya, oleh
semua saudara dan sahabat-sahabatnya, oleh sanak famili dan masyarakat
siapapun yang berkenalan dan merasakan kelembutan dan kesantunannya.
Engkau memanggil pejuang-Mu dan pejuang kami semua dari tengah
keadaan sangat genting dari Negeri dan Bangsa kami sehingga
sungguh-sungguh kami semua berada di puncak kebutuhan kami atasnya?
“Bukan kematian benar menusuk kalbu
Keridhaanmu menerima segala tiba
Kutahu tak setinggi itu atas debu
Dan duka maha tuan bertahta”
Ya Allah apa sesungguhnya maksud-Mu? Apa saja gerangan alasan, logika
dan hikmah di balik iradah-Mu yang penuh keindahan langit namun memuat
keperihan bumi?
Ya Allah betapa faqirnya jiwa kami, betapa rendahnya kesanggupan kami
untuk mendayagunakan akal kami, betapa lemahnya kemampuan kami untuk
mengendalikan hati kami, di hadapan rahasia iradah-Mu, di hadapan
misteri kehendak-Mu, serta di kandungan luas tak terbatasnya cinta-Mu.
Ya Allah, jika kukatakan “tidak bisa terima kepergiannya”: itu
semata-mata merupakan suatu bentuk tangis insaniyah dan kepatuhan
uluhiyah yang perih bagi hati kemanusiaan kami. “Inna asyku batstsi wa
huzni illa ilaika ya Rabbi”, sesungguhnya kamu mengeluhkan kesedihan dan
duka derita ini tidak kepada siapapun selain Engkau wahai Maha Pengasuh
kami.
Engkau Maha Mendengar hati kami semua serta Ibu Heru dan putra-putri
mereka bahwa tangis kehilangan kami sama sekali bukanlah bentuk
perlawanan kami kepada-Mu. Engkaulah juga yang menganugerahkan kekuatan
bagi hati kami serta ketangguhan mental bagi perjuangan masa depan kami
semua sepeninggal hamba-Mu yang sangat kami cintai itu.
Tentu saja kukejar hatiku sendiri dengan menungkapkan pernyataan
Allah SWT: “Barang siapa tidak mau menerima ketentuan-Ku hendaklah ia
berpindah dari bumiku dan mencari Tuhan yang lain”.
Ya Allah Engkau Maha Mengetahui segala sesuatu yang kami nyatakan
maupun yang kami sembunyikan, maka sesungguhnya tiadalah sesuatupun yang
kami sembunyikan dari-Mu. Ya Allah Engkau mengarifi segala yang
tersurat maupun yang tersirat, segala yang kasat mata dan yang tak kasat
mata, segala yang terucapkan maupun yang tersimpan di dalam kebisuan,
segala yang dimaksudkan maupun kandungan yang sejati di balik setiap
yang kami maksudkan.
Ya Allah, adakah ucapan dari kefaqiran hamba-Mu yang tidak salah?
Adakah kalimat, kata, huruf, bahkan setiap titik dari setiap huruf, dari
kami semua yang hina dina ini yang tidak khilaf, yang memiliki
ketepatan, yang sedikit saja mendekati garis kebenaran sejati yang
berada di keharibaan-Mu?
Ya Allah sesungguhnya niscaya tiadalah satu huruf dari kata-kata
kami, tiadalah satu kata dari kalimat-kalimat kami, tiadalah satu
kalimat dari pembicaraan kami, tiadalah satu tetes dari deraian tangis
kami, tiadalah satu satu debu dari setiap upaya kemakhlukan kami, yang
memiliki kadar kebenaran yang memadai di hadapan agungnya kebenaran-Mu.
Ya Allah, kami semua tetap di sini, bersemayam di genggaman cinta-Mu,
berpasrah diri di ujung jari kekuasaan-Mu, bersujud di bumi cinta-Mu
kepada hamba-hamba-Mu dan di kekumuhan keringat upaya ibadah kami. Ya
Allah kami berjalan hanya ketika Engkau perjalankan, kami melakukan
apapun hanya karena Engkau memerintahkan kami untuk melakukannya, dan
tak seserpihpun dari hidup dan mati kami yang kami relakan untuk
siapapun selain Engkau.
Ya Allah, tentulah kami ikhlas atas setiap terbitnya matahari-Mu di
fajar pagi dan atas tenggelamnya ia di ufuk senja hari. Tentulah kami
rebah pasrah mensyukuri bergoyangnya setiap helai rumput, jatuhnya
setiap tetes embun, serta selalu munculnya secercah cahaya dari tengah
kegelapan yang Engkau limpahkan untuk mengasah iman dan cinta kami.
Ya Allah namun bimbinglah kami bagaimana memaknai rasa kehilangan
ini. Tuntunlah kami mengarifi dan menghikmahi kekagetan besar kami.
Ajarilah kami sebagaimana Engkau langsung mengajari kakek moyang kami
Adam ‘alaihissalam, ” ‘allama Adama al-asma-a kullaha, tsumma ‘aradhahum
‘alal-Malaikah”.
Ya Allah di tengah riuhnya kebodohan dunia, di tengah gemuruhnya
kehinaan para penghuninya, rebutlah kami semua keluarga almarhum Mas
Heru Yuwono, saudara-saudara dan sahabat-sahabatnya, tawanlah kami di
penjara cinta-Mu, kurunglah kami di dalam tabung cahaya-Mu, hajarlah
kami dengan ilmu dan kesabaran, cambukilah kami dengan hikmah dan rasa
syukur, bariskan dan latihlah kami di laboratorium kecerdasan dan ilmu,
serta tambahkanlah para Malaikat aparat-aparat-Mu untuk menjadi
asisten-Mu di dalam menguji iman dan ilmu kami.
Ya Allah negeri kami sudah hancur, negara kami sudah dijajah oleh
penghuninya sendiri dan diluluh-lantakkan oleh para penanggung-jawabnya
sendiri, bangsa kami sudah melata-lata di dataran terendah dari
kehinaan, bahkan lebih dari yang selama ini kami bayangkan tentang
“asfala safilin”, masyarakat kami sudah menjadi lambang yang ideal bagi
“ajhalul jahiliyah”, sebodoh-bodohnya kebodohan, yang mungkin tak pernah
diimaginasikan oleh para Rasul dan tak pernah disangka oleh semua Nabi,
sejak awal penciptaan hingga kelak Hari Kebangkitan yang Engkau
tentukan.
Ya Allah Engkau Maha Lembut untuk mengerti bahwa kalimat-kalimat kami
tentang Negeri kami itu bukanlah ungkapan hamba-hamba yang putus
harapan. Engkau Maha Santun untuk mengetahui bahwa yang kami tegakkan
adalah usaha kejujuran melihat diri kami sendiri serta upaya keberanian
untuk mengakui apapun saja keadaan yang kami timpakan atas diri kami
sendiri.
Ya Allah bagaimana mungkin kami akan pernah bisa berputus asa.
Sedangkan Engkau menganugerahi kami semua limpahan kasih sayang yang tak
Engkau berikan kepada hamba-hambaMu yang lain. Bagaimana mungkin kami
akan pernah bisa berputus asa, sedangkan Engkau limpahi kami bangsa
Nusantara ini dengan penggalan dari sorga-Mu sendiri, hamparan pulau
terindah, terkaya dan paling penuh rahasia cinta-Mu.
Ya Allah bagaimana mungkin kami akan pernah bisa putus harapan,
sedangkan Engkau letakkan kami untuk bersemayam di bagian yang paling
mutiara dari bumi. Engkau nikahkan bangsa tercinta yang penuh bakat,
kecerdasan rohani dan ketangguhan mental ini, dengan rahasia tanah
tersubur, tetanaman paling ragam, ilmu gunung-gunung berapi dan
samudera, yang masa depan seluruh dunia bagaikan sedang menjadi janin di
kandungan perut Nusantara.
Ya Allah betapa bersyukurnya kami semua, dan masyaAllah: bersama
mendiang Mas Heru Yuwono kami sedang berada di puncak rasa syukur itu,
dan sedang menyelami bumi ilmu, lautan penelitian serta cakrawala
kreativitas, demi cita-cita mewujudkan Negeri Nusantara ini menjadi
“Negeri Rahmatan Lil’alamin” bagi kesejahteraan seluruh ummat manusia
hamba-hambaMu di muka bumi — tatkala dengan tiba-tiba saja Engkau
memanggilnya ke rumah abadi-Mu.
Betapa terkejutnya kami. Namun insyaallah kami tahu karena Mas Heru
Yuwono adalah hamba-Mu yang terbaik di antara kami semua. Beliau sudah
Engkau pandang lulus sebagai Syeikh Kehidupan, sebagai Sarjana Utama
ilmu ajaran-Mu, serta sebagai Panembahan Mumpuni dari kearifan-Mu.
Sedangkan kami semua ini, entah apa akan pernah mencapai ketinggian
maqamat yang dicapai oleh mendiang kekasih-Mu itu jika suatu hari Engkau
memanggil kami. Namun sungguh kami berterima kasih bahwa Engkau masih
memberi luang waktu bagi kami semua, juga keluarga beliau, untuk
berjuang meningkatkan ilmu dan kasih sayang di dunia, serta untuk
menabung kedekatan kepada-Mu semampu-mampu kami.
Yogyakarta 14 Desember 2010
Muhammad Ainun Nadjib
Muhammad Ainun Nadjib
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih anda sudah berkunjung ke Blog pencerahan ini, Semoga bermanfaat untuk kita semua. Silahkan berkomentar atau meninggalkan link teman-teman dengan santun peseduluran.