SEANDAINYA skala waktu kehidupan ini hanya dunia, seandainya hidup
kita ini sekedar sepanjang jatah usia kita, maka yang rumahnya kena
banjir dan longsor adalah para koruptor, pengkhianat-pengkhianat amanat
rakyat, para pendusta masyarakat, serta orang-orang yang kelakuannya
menyakiti hati Tuhan.
Tapi, tidak demikian yang terjadi.
Banyak orang kecil, yang selama ini hidupnya seng sara, sekarang disiksa
banjir dan diusir longsor. Sebaliknya, lebih banyak lagi pencoleng dan
penjahat politik ekonomi kenegaraan yang tidak tersentuh musibah.
Untung
ada ilmu hikmah dari Allah. Seorang anak fakir dengan susah payah
bekerja sejak kecil untuk membiayai sekolahnya sendiri, sampai akhirnya
bukan hanya menjadi sarjana, bahkan sukses jadi doktor. Menjelang hari
wisuda kedoktorannya sekaligus menjelang hari pernikahannya, Tuhan
mengambil nyawanya. Keluarganya nangis nggero-nggero, tapi tangis mereka
mungkin segera mereda jika telinga rohani mereka mendengar kata-kata
Tuhan: "Anakmu
itu hamba teladan di pandangan mata-Ku. Ia lulus
cumlaude, jadi Indonesia yang kotor tidak berhak mengotorinya
sedikitpun. Maka, Ku-ambil ia untuk menjadi salah satu kekasih-Ku..."
Kaya
tidak berarti jaya di mata Tuhan atau di skala dunia akhirat. Miskin
tidak berarti kehinaan. Selamat dari longsor dan banjir tidak sama
dengan diselamatkan Tuhan. Yang menderita karena banjir justru
mungkinsedang ditagih utangnya oleh Allah, supaya halal bihalal dengan
Tuhan, sehingga kalau mereka mengikhlaskan keadaan karena banjir itu,
maka karamah dan surga Allah menantinya.
Sementara, yang
seakan-akan selamat, oleh Allah justru dibiarkan menumpuk utang-utang
kepada-Nya. Allah melakukan istidraj,mbombong, nglulu. Maka, manusia
jengkel; orang yang ia harapkan njlungup nang sumur karena pekerjaannya
nglarani atine wong cilik malah leha-leha dengan jas dan dasinya. Yang
ia harapkan selamat di dunia malah oleh Tuhan diberi ujian untuk membuka
derajat tinggi di surga-Nya kelak.
Kesimpulannya
sederhana. Yang tidak terkena banjir dan langsor jangan GR dan takabur.
Yang terkena jangan merasa menderita. Jangan sakiti hati Tuhan dengan
ngersulo atas kehendak-Nya. Tuhan tidak sedang murka kepada kita: Tuhan
terlalu besar dan agung untuk terganggu oleh pengkhianatan kita.
Kalau
Tuhan murka, alangkah sepelenya kadar kemurkaannya: sekedar banjir,
longsor, api membakar di sejumlah tempat. Ukuran kesalahan kita semua
ini, dari sudut akidah dan akhlak di wilayah-wilayah politik ekonomi
kebudayaan, sama sekali tidak lebih rendah dibanding kedurhakaan kaum
Nuh AS yang kemudian ditelan oleh air bah raksasa.
Jadi,
kalau Tuhan murka, Jakarta seluruhnya ditelan bumi supaya kaum
intelektual berpikir tentang ibu kota baru Indonesia. Jawa Timur
dilindas air bah merata dan sisanya dihanguskan oleh api supaya
penduduknya mulai belajar berpikir adil dan rendah hati.
Penderitaan
yang kita alami seminggu terakhir ini sama sekali belum sepadan sebagai
imbalan bagi kebusukan hati, kepincangan akal, dan kebobrokan moral
yang kita selenggarakan beramai-ramai beberapa tahun terakhir ini. Itu
pun siapa yang sungguh-sungguh menderita?
Lihatlah ke
jalanan, mal-mal, plaza, siaran TV, berita koran...hampir semuanya masih
seneng-seneng saja, masih cengengesan dan pencilakan. Maka, silakan
meneliti sendiri apa sebenarnya yang engkau alami hari-hari ini. Baik
engkau sebagai individu,engkau sebagai anggota masyarakak, engkau
sebagai warga negara; engkau sekeluarga, engkau
sebagai hamba
Allah. Apakah Tuhan sedang memberimu peringatan, ujian, ataukah hukuman,
atau semua unsur itu ada sekaligus dalam pengalaman kita. Syukurkalau
engkau diperingatkan, berarti masih disayang dan dibukakan kemungkinan
untuk selamat. Silakan teliti mana reformasimu?
Sudah
empat tahun, ternyata bohong ya. Mana demokrasimu. Mana kinerja amanah
wakil-wakilmu. Ulangi lagi kutukan-kutukanmu dan sesekali ucapkan kepada
dirimu sendiri: jangan-jangan kau kandung Suharto di sel-sel. darahmu.
Jangan-jangan kau bekerja di perusahaan hasil money laundering-nya
Cendana. Siang hari kau teriak-teriak demo, sambil
bawa handphone
dan fasilitas uang cipratan hasil penjualan senjata internasional yang
memerlukan pasar konflik di Timur Tengah dan Indonesia Raya
dengan.kamuflase demokratisasi, HAM, dan otonomi daerah.
Kalau
engkau dan para aktivis pahlawan-pahlawanmu itu berteriak-"Adili
Suharto!", "Berantas KKN!" dst- apakah karena engkau berpikir hukum,
ataukah karena diam-diam engkau menyimpan ucapan "Mestinya aku dong yang
kaya raya seperti Suharto... . Bukankah pemerintah dan wakil-wakil mu
sekarang melakukan hal yang sama persis, bahkan lebih parah, dibanding
pelaku-pelaku era yang mereka kutuk?
***
Sebagian
dari kita mungkin diuji oleh Allah. Kalau diuji, berarti disediakan
derajat yang lebih tinggi. Atau mungkin di banyak konteks, kita memang
dihukum oleh Tuhan. Di-adzab. Tapi, adakah orang yang keberatan dengan
adzab Allah? Bukankah engkau masih terus bergembira ria dengan
proyek-proyek dulinan, produk-produk picisan main-main,
tayangan-tayangan seneng-seneng, pemuatan gambar dan berita celelekan?
Tapi, sementara ini bergembiralah karena rahmat Tuhan memang berbeda
dengan barokah-Nya. Rahmat itu universal. Silakan maling dan korupsi,
Anda tidak dihalangi oleh Allah untuk tetap merasakan enaknya makan
sate, nikmatnya memangku hostes, dan nyamannya mengambil uang rakyat di
kas kantor. Rahmat itu diperuntukkan bagi siapa saja, kiai, maling,
pengojek, pencopet, mubalig, pelacur. Siapa pun.
Barokah
tidak demikian. Silakan,. sukses kaya raya berkuasa di muka bumi dan
saya tidak akan mengatakan kepada Anda "belum tentu hidup Anda barokah"
karena Anda toh tidak membutuhkan barokah. Bahkan, Anda belum tentu
butuh Tuhan. Ngaku saja: kalau Tuhan membebaskan Anda dari shalat,
puasa, berbuat baik dst-Anda senang kan? Shalat dan
ibadah itu
tidak enak bagi kebanyakan kita.. Maka, kalau Tuhan kasih tulisan di
langit "Mulai hari ini Kubebaskan kalian dari kewajiban shalat!", kita
akan bersorak- sorai dan pesta-pora. Bahkan, kalau Tuhan tidak ada,
malaikat tidak ada, surga tidak ada, Nabi dan Agama tidak ada asalkan
Anda punya uang banyak: Anda maukan?
***
Tolong sebut
beberapa jenis perilaku pemerintah, wakil rakyat, dan masyarakat kita
dewasa ini yang bisa dijadikan Allah alasan untuk menyelamatkan kita:
Bahkan, persyaratan untuk hancur lebur sudah sempurna kita miliki.
Al'afwu minkum.
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih anda sudah berkunjung ke Blog pencerahan ini, Semoga bermanfaat untuk kita semua. Silahkan berkomentar atau meninggalkan link teman-teman dengan santun peseduluran.