Sebagai pengantar, mas Sabrang
mengungkapkan bahwa tujuan dari adanya forum-forum fokus seperti ini
adalah untuk mencari kedalaman, sehingga peserta tidak diharapkan datang
hanya untuk setor kuping, tetapi bagaimana dalam diskusi tersebut para
peserta dapat bersama-sama dan sungguh-sungguh untuk menemukan
kasunyatan.
Mengawali acara, mas Prayogi selaku
moderator sekaligus narasumber mengucap salam kepada para peserta forum.
Sebagai kalimat pembuka, pertama mas Prayogi menyampaikan agar forum
ini berlanjut dan menemukan tema-tema besar yang berkelanjutan. Kedua,
mas Prayogi juga menyampaikan bahwa di Malang juga sudah berlangsung
Maiyah Re-Legi selama 1,5 tahun ini. Format awal acara adalah seperti
FGD dengan jumlah peserta terbatas, namun seiring berjalannya waktu
jumlah pesertanya ternyata bertambah banyak dan Alhamdulillah tetap bisa
berjalan. Harapannya, forum merah putih kali ini segera menemukan
formula yang tepat akan dijadikan seperti apa, setidaknya untuk 2-3
bulan yang akan datang. Ketiga, mengenai tema forum hari ini yaitu
tentang Indonesia dan Parentah Ageng. Menurutnya, tema ini muncul dalam
rangka merekonstruksi atau menghidupkan kembali Indonesia yang sedang
kita jalani saat ini, apa yang sudah kita miliki di masa lalu, dan apa
yang akan kita lakukan di masa yang akan datang. Kira-kira tema hari ini
dalam rangka membahas dalam kaitannya dengan Indonesia hari ini.
Sejenak flashback ke masa lalu ketika
Indonesia dalam masa orde lama dengan sistem politiknya, orde baru,
kolonial, kerajaan, dan juga jauh sebelumnya, sesungguhnya dari situ
dapat kita gali apa saja yang masih kita miliki sampai saat ini dan
tidak kita miliki. Suatu misal, pada zaman Kerajaan Demak, apakah pada
saat itu Raden Patah (anak Brawijaya) sebagai Raja Demak pertama
bertindak sebagai penguasa tunggal yang kekuasaannya tidak terbatas
ataukah dia hanya menjalankan mandat sebagaimana Pak Harto yang hanya
menjalankan mandat dari MPR. Apa benar Sultan Demak hanya menjalankan
mandat dari Sunan Kalijaga? Atau jika kita melihat ke Iran saat ini,
Presiden Iran itu hanyalah fungsi eksekutif, sementara pemimpin
tertinggi Iran adalah Ayatulloh. Selanjutnya, mas Prayogi mempersilahkan
kepada para peserta forum untuk mengawali diskusi.
Parentah Ageng = Darimana Asal Katanya?
Mas Sabrang menyampaikan bahwa
sesungguhnya istilah Parentah Ageng ini juga baru-baru ini ia dapatkan.
Selama ini kita membayangkan bahwa kerajaan itu cenderung ke arah raja
yang absolut, seperti di Eropa sehingga kemudian muncul revolusi.
Pertanyaannya adalah apakah di Jawa yang notabene mempunyai kerajaan
yang berjalan demikian lamanya juga berlangsung system yang demikian? Di
Jawa terdapat istilah parentah ageng, yaitu bahwa sebuah undang-undang
atau peraturan atau keputusan (di luar keputusan pengadilan) yang
berhubungan dengan mekanisme masyarakatnya tidak boleh dibuat oleh raja
sendiri. Yang berwenang adalah anggota parentah ageng yang terdiri dari
raja, istri/permaisuri raja, pangeran/anak raja, ibunya raja, dan
neneknya. Menurut mas Sabrang, ini adalah jawaban yang luar biasa, kita
tidak pernah bermasalah dengan system kerajaan karena memang regenerasi
kepimpinannya jelas. Pada setiap keputusan dari pengalaman yang tertua
diambil sambil mendidik yang paling muda sehingga kebijaksanaan itu
bersambung terus karena yang tua selalu mengajarkan kepada yang muda.
Hal itulah yang sepertinya saat ini sudah putus.
Artinya, sebenarnya Jawa tidak pernah
mempunyai kerajaan yang absolut, karena setiap keputusan dan peraturan
perundang-undangan harus diputuskan melalui mekanisme parentah ageng.
Tanggung jawab raja adalah mengayomi rakyat dan mengayomi alam.
Mengayomi rakyat mungkin masih dengan mudah kita bayangkan, namun
bagaimana dengan mengayomi alam? Dalam Islam, pernah ada suatu cerita
pada zaman Khalifah Umar yang menyurati Sungai Nil karena sungai nil
saat itu mengeluarkan penyakit dan bermasalah, namun setelah disurati
akhirnya masalah dapat teratasi. Disitulah contoh mekanisme mengayomi
alam. Tugas Patih adalah melaksanakan peraturan.
Islam, Jawa, Samawi, dan Kejawen
Sesungguhnya untuk menyambungkan Islam
dan Jawa itu sangatlah mudah dan tidak jauh, sepanjang kita benar-benar
memahami Islam dan Jawa secara mendalam. Kejawen itu campuran Samawi dan
Jawa asli. Sehingga yang paling rancu pastilah Kejawen, karena dia
tidak mengetahui akarnya dimana. Tapi kalo Jawa asli, Islam asli pasti
nyambung mereka.
Parentah Ageng = Jawaban Atas Sistem
Kenegaraan? Untuk menjadi seorang raja tidaklah mudah dan tidak mungkin,
karena raja itu sesungguhnya dipilih oleh alam dan Tuhan. Dia harus
“kewahyon”. Di Jogja, ada daerah di bawah tanah yang bahkan lebih tua
dari Kraton Jogja, yang disebut “panepen”, ada 12 kamar disana. Setiap
raja harus lulus di 12 kamar itu sejak kecilnya. Dimana di dalam
masing-masing kamar, setiap raja harus bertapa minimal selama 40 hari.
Di kamar yang gelap tanpa lampu itu, salah satu tugas raja itu adalah
bagaimana ia menerangi ruangan itu dengan tubuhnya, dengan akalnya,
dengan cahaya dalam dirinya. Logikanya sederhana, jika dia tidak mampu
menerangi ruangan itu, bagaimana bisa dia menerangi rakyatnya dan
alamnya. Jadi jika ada yang mencalonkan diri menjadi raja, sudah bisa
dipastikan bahwa orang yang bersangkutan tidak faham dengan esensi dan
bagaimana beratnya menjadi seorang pemimpin. Sehingga tidak dimungkinkan
berkarir menjadi raja. Karena menjadi seorang raja, urusannya tidak
hanya dengan sesama manusia, namun menjadi seorang raja artinya dia
telah memiliki akses-akses dengan Tuhannya karena ia adalah orang yang
dipilih Tuhan dan seorang raja dapat dipastikan memiliki
kesadaran-kesadaran yang lebih daripada kita.
Emosi, Patrab, dan “Center”
Mas Ardi, seorang jamaah dari Pakis,
Surabaya mengulang perkataan mas Sabrang pada BBW beberapa bulan yang
lalu, “nek kowe durung ngerti patrabmu/dunungmu, sing penting centre’o
dhisik”. Pertanyaannya adalah bagaimana metode menemukan patrab?
Mas Sabrang menimpali bahwa pada
hakekatnya, semua indera itu membuat kita “merasa”. Dan “rasa” itu yang
akan menimbulkan “respon”. Alat pendeteksi yang paling mudah dilihat itu
yang disebut emosi. Jika kita marah, sudah bisa dipastikan bahwa ada
sesuatu yang salah dalam diri kita. Sama halnya ketika ada orang yang
mengatakan kita pesek kemudian kita marah. Sudah bisa dipastikan bahwa
marah itu ada karena kita percaya bahwa pesek itu salah, pesek itu
jelek. Dengan kata lain ada yang salah dengan pola pikir kita, sehingga
kita emosi.
Emosi adalah cara berkaca pada dunia.
Dunia itu seperti istana kaca, dimana itu tempat berkaca untuk melihat
dalam diri kita. Jika kita emosi, itu karena ada sesuatu dalam diri kita
yang tersentuh sehingga kita bisa melihat refleksi dari kita. Rasa
seneng dan rasa tentrem itu berbeda. Gembira yang meluap-luap dengan
ayem itu berbeda. Yang dilakukan sreg dengan terpaksa itu berbeda. Dan
itu berkata sesuatu. Mungkin kita sudah tau, tapi belum faham.
Pengetahuan dan pemahaman itu berbeda. Adakalanya data sudah mendukung,
namun ada yang tidak sreg. Artinya, pengetahuan kita sudah mengiyakan,
namun pemahaman kita belum. Jangan dikesampingkan informasi itu. Untuk
mengetahui posisi benar/salahnya tersebut adalah dengan mengetahui
posisi emosimu (“sreg”). Karena emosi adalah satu-satunya cara yang
efisien untuk kita berhubungan dengan jabang bayi kita.
Setiap orang memiliki metode yang
berbeda-beda dalam menentukan “center”nya. Namun fahamilah bahwa ada
dimensi antara diri kita yang di bumi dengan diri kita yang di balik
hijab.
Marah dengan amarah itu ketika kita
dikendarai dengan nafsu. Marah tanpa amarah itu ketika kamu tau bahwa
metode marah adalah metode yang paling tepat untuk memberi pelajaran
pada mereka.
Kunci dalam mengenali patrab adalah,
kenalilah roso-mu. Rentang waktu pikiran dan rasa itu sangatlah pendek.
Ketika kau sudah berfikir iya dan tidak, maka sudah hilang sebenarnya
“roso” itu, karena faham itu ada terlebih dahulu daripada tau. Dan
“roso” itu tidak mungkin ngomong dua kali. Dalam bahasa Indonesia “roso”
biasa disebut “hati kecil”, orang Jawa menyebutnya dengan “guru
sejati”, dan kanjeng Nabi menyebutnya dengan “fatwa hati”.
Istilah-istilah tersebut berbeda namun esensinya sama.
Paling mudah mendengarkan adalah ketika
kita “center”. Ketika kita menyadari bahwa semuanya Tuhan, semuanya
tidak ada yang positif atau negatif. Bukan tidak ada Tuhan selain Allah,
melainkan hanya ada Allah. Ketika kita sudah berada pada posisi itu,
maka kita dapat mendengar semuanya, tidak mudah terkendarai emosi,
karena suara hati lebih keras daripada suara yang munculnya dari
fikiran.
Kata hati sebagai Guidence
Mas prayogi menimpali dengan sebuah
pertanyaan, “apakah sreg tadi dapat digunakan untuk mendeteksi semua hal
atau tidak, misalkan kita naksir sama seseorang nah apakah kata hati
pertama ini bisa jadi referensi atau tidak? Atau contoh lain dalam
konteks memilih pekerjaan apakah sudah sesuai dengan kata hati kita atau
tidak. Artinya bisakah ia dijadikan pertimbangan untuk kehidupan
sehari-hari.” Menurut Mas sabrang, fatwa hati atau sreg tadi bisa jadi
menjadi guidance dalam hidup dengan syarat kita harus bahwa men-gguide
hidup itu tujuannya kemana. Jika kamu naksir seseorang lalu berpikir
apakah orang tersebut naksir juga apa tidak, kita sreg apa tidak, itu
bukanlah tujuan hidupmu. Tujuan hidupmu adalah tujuan yang lebih luas
yaitu cita-cita terjauh yang ada dalam dirimu .
Misalkan dalam dirimu cita-cita
terjauhnya adalah “aku ingin bertauhid kepada Allah atau aku ingi mati
dalam keadaan khusnul khotimah.” Maka semua sreg dalam hatimu (Fatwa
hati.Red) akan membawamu kesana ke tujuan hidupmu yang terjauh itu.
Walaupun kadang ditengah jalan kelihatan
tidak enak hasilnya. Disinilah orang sering salah menilai “iki kok
atiku gak pas sama hal ini, gak cocok sama itu ya..” Padahal logika
pikiran otak kita menilai sesuatu yang tidak cocok dengan sreg-ing ati
ini justru yang menurut kita baik untuk kita. Tetapi kamu tidak tahu
bahwa sreg-ing ati membawamu kepada cita-cita terjauhmu, bukan langkah
ketigamu. Misal kamu pengen punya keluarga bahagia, terus naksir sama
seseorang dan merasa sudah sreg. Ketika sudah sreg ternyata kok tidak
diterima , maka kamu jangan menyalahkan sregmu tadi. Karena tidak
diterima itu justru addalah proses yang membawamu kepada tujuan
terjauhmu yaitu keluarga bahagia.
Mas Prayogi menyimpulkan apa yang
disampaikan Mas Sabrang tadi, bahwa ternyata garis cita-cita atau garis
impian inilah yang mengarahkan kita. Bahwa sreg itu membawa kita kesana.
Kita sering salah menilai informasi yang disampaikan fatwa hati ini
karena tercampuri oleh nafsu kita. Misal kita merasa sudah sreg dengan
si A padahal yang bisa membawa kepada keluarga bahagia adalah si B,
ketahuilah bahwa ternyata itu karena nafsu kita naksir sama Si A.
Lalu bagaimana cara membedakan antara
Sreg atau kata hati dengan akal pikiran? Menurut Mas Sabrang, cara
membedakannya adalah bahwa dalam diri kita selalu ada dua yang
berbicara. Yang ada di pikiran dan yang ada dihati. Nah karena kita
selalu tune dengan apa yang dikatakan pikiran maka apa yang disampaikan
oleh hati menjadi tidak didengarkan. Semakin suara hati ini tidak pernah
kitta dengarkan maka suaranya lama kelamaan akan semakin mengecil,
tambah suwi tambah ndempis nang pojok dan makin lama tidak terdengar.
Karena memang untuk melatih agar dapat mendengar suara hati ya suara
pikiran kita suruh diam. Kalau dalam islam kita mengenal konsep Wukuf
dimana kamu diam tidak berdoa tidak melakukan apapun dan hanya diam
menunggu. Diam benar-benar diam sampai pikirannya tidak mampu mengatakan
apa-apa sehingga hanya suara hati yang terdengar.
Mas Sabrang menambahkkan , metode
gampang untuk membedakan suara hati dengan suara pikiran tidak ada. Hal
ini karena kita hidup pada zaman dimana kita dipaksa untuk selalu
memakai dan mndengarkan suara pikiran. Kita sekolah dipaksa harus
memakkai otak. Kita tidak pernah dilatih untuk introspeksi, untuk diam
untuk hening karena sudah tidak punya waktu lagi.
Rasulullah mengusahakan dengan kewajiban
sholat lima waktu. Karena dengan kewajiban sholat lima waktu ini kita
dipaksa untuk hening, untuk diam dengan dirimu sendiri selama beberapa
rokaat itu lima kali sehari. Agar tidak hilang dalam hidup kita keadaan
dimana kita diam dan hening. Cobalah kita di kamar tanpa handphone tanpa
apapun berdiam diri selama 6 jam. Ora fesbukan, ora twiteran ora
ngecek opo opo kuat apa tidak? Pasti tidak kuat, nah apalagi mau
mendiamkan otak. “Mau bagaimana? Karena memang keduanya sama sama
bersuara.
Maka untuk mendengarkan suara hati harus
mendiamkan otak. Jika otak masih rebut bersuara bagaimana mau
mendengarkan suara hati tentu tidak bisa.” Bahkan kalau metode orang
jawa jauh lebih ekstrim, masuk ke gua 40 hari 40 malam brdiam diari
tanpa bertemu siapapun. Didalam gua samapai keadaan dimana otaknya
sudah menyerah pasrah dan diam, Itulah suwung baru kemudian bisa
mendengar suara hati. Untuk tahu rasanya suwung ini cobalah amati
keadaan dimana kita dalam kondisi batas antara tidur dan terjaga.
Yang terpenting adalah bahwa dalam diri
kita konstelasinya adda dua yang berbicara. Yang pertama adalah otak
dimana yang ngedrive adalah kita yang dibumi. Dan yang kedua adalah Roso
dimana yang ngedrive adalah kita yang dibalik hijab. Sama sama kita
tetapi yang dibalik hijab dia ada diatas bukit, sedang yang satunya
adalah kita yang erada dilembah yang kita tidak tahu satu kilometer di
depan kita ada apa. Sedangkan yang diatas bukit tahu petanya karrena ia
diatas bukit. Dua-duanya samasama menentukan mau kemana tujuan kita.
Yang diatas bukitlah yang nyetir lewat ati atau roso itu tadi.
Mekanisme Syukur : “Tuhan Maha Memberi ……………”
Tidak ada hal di dunia yang
keberadaannya itu positif atau negatif. Maksudnya begini kalau ada api,
dia bisa positif atau negatif. Hujan bisa positif atau negatif. Rasa
malas pun demikian. Tidak ada kata yang mempunyai arti positif atau
negatif dengan sendirinya. Dengan kata lain, kita sendirilah yang
memiliki hak 100% untuk menentukan sesuatu itu positif atau negatif.
Yang terpenting adalah bagaimana melihat segala sesuatu di luar kita
dengan positif. Bagaimana langkahnya? Pertama, tentunya sabar, dimana
kita masih menganggap itu negative tapi kita berusaha sabar. Kedua,
berprasangka baik. Ketiga, yaitu syukur.
Puncak dari pengetahuan adalah
membenarkan. Puncak dari membenarkan adalah mengikhlaskan. Dan puncak
dari mengikhlaskan adalah menafikkan.
Sreg itu adalah ketika kita masih melihat ada kasar ada halus. Ada cocok ada tidak cocok. Ketika seseorang sudah ikhlas dan melihat semuanya adalah Tuhan, maka sudah tidak ada lagi sreg atau tidak sreg. Karena hidup itu sendiri pada intinya ya menjalani. Kalau bicara sreg atau tidak sreg, itu kan kaitannya dengan metode awal untuk mencapai tujuan yang kita proposalkan pada Tuhan.
Syukur itu kunci dari semua hal.
Mekanismenya sederhana yaitu “Tuhan Maha Memberi….. (isi sendiri
titik-titik berikut)”. Ketika kita sudah mampu bersyukur, maka semua hal
yang kita isikan pada titik-titik tersebut adalah segala hal yang
positif.
Ketahuilah bahwa tidak ada negasi dari
sebuah rasa. Rasa selalu menggunakan kata sebagai kata-nya itu sendiri.
Rasa sebagai rasa-nya itu sendiri. Yang dimaksud anti kekerasan itu
justru kekerasan itu sendiri. Oleh karenanya jika mau bicara “anti
kekerasan” ya lebih baih bicara kedamaian, kebaikan. Pilih kata-kata
yang tidak menggunakan “tidak”.
Kegagalan adalah kesuksesan yang tidak terjadi. Akuilah bahwa kamu gagal. Kegagalan bukanlah sesuatu yang hina. Justru dengan adanya kegagalan, kita bisa belajar lebih banyak.
Parentah Ageng dan Indonesia Hari Ini
Mas Sabrang menyampaikan, ”Kalau saya
mikir Indonesia, saya takut salah posisi. Saya tdk diberi tanggung jawab
itu. Dan saya mikir sesuatu di luar fasilitas yang diberikan Tuhan.
Yang bisa saya lakukan sebagai anak muda adalah belajar
sebanyak-banyaknya. Kalau di parentah ageng, kita saat ini berposisi
sebagai pangeran/anak raja. Karena yang memegang Indonesia saat ini
adalah raja-raja dan mbah-mbah buyut kita
Beliau juga menyampaikan bahwa pernah
menulis tentang “Generasi Mandiri”, dimana ia mengusulkan untuk
memutuskan generasi saat ini. Karena tungku yang dipakai oleh
bapak-bapak kita saat ini untuk memasak generasi berikutnya adalah
tungku yang rusak, produknya pasti rusak, kecuali kita bisa memutus,
punya tolak ukur sendiri, pertimbangan sendiri yang benar-benar murni
dari mereka.
Yang bisa dilakukan saat ini adalah
mempersiapkan diri dengan belajar setau mungkin sebanyak mungkin, dan
sepintar mungkin, sehingga jika suatu hari diserahi sesuatu, kita sudah
siap. Namun kalaupun tidak, ya tidak masalah kita sudah bathi sinau.
Matematika Kesadaran
Kalau kita bicara dosa, maka hitungannya
linier. Kesalahan satu dihitung dosa satu. Namun jika kita kita bicara
pahala, kebaikan satu pahalanya bisa berlipat-lipat. Begitu pula dengan
kesadaran dan pengetahuan. Satu orang berfikir baik dinilai nol. Dua
orang berfikir baik dinilai satu. Tiga orang berfikir baik dinilai dua.
Empat orang berfikir baik dinilai empat. Lima orang berfikir baik
dinilai delapan. Enam orang berfikir baik dinilai enam belas. Jadi
peningkatannya geometrik. Jauh lebih cepat dengan mereka yang berfikiran
buruk.
Tidak usah mikir jauh-jauh tentang
ndandani Indonesia. Cukup definisikan apa yang tidak kau sukai dengan
Indonesia dan apa yang tidak kau sukai dengan pemimpinmu. Dan
berjanjilah seumur hidup tidak akan menjadi seperti itu. Ketika seluruh
anak muda saat ini mau berikrar seperti itu, dan ketika generasi sudah
waktunya berganti, maka kita akan “lahir” sendirinya sebagai generasi
yang baru.
Kembanging Jagad
Mas Ali dari Nganjuk me-review ulang apa
yang telah disampaikan mas Sabrang ketika BBW beberapa bulan yang lalu,
dimana saat itu diceritakan tentang seseorang yang belajar
sungguh-sungguh untuk bermain drum, dan tidak pernah disangka-sangka
bahwa suatu hari ia menjadi drummer yang hebat. Hal itu sebenarnya juga
bisa diaplikasikan pada kondisi kita saat ini, dimana yang terpenting
adalah bagaimana kita mempersiapkan diri saat ini dan belajar
sebanyak-banyaknya tanpa perlu berpikir “jadi” apa kita nantinya.
Selanjutnya, mas Ali menanyakan kepada mas Sabrang berkaitan dengan
kembanging jagad.
Kembanging jagad sesungguhnya dimulai
dari bagaimana menerjemahkan logika penciptaan dari geometri. Karena
logikanya benar, maka termanifestasi dalam alam semesta. Ada kembanging
jagad, wohing jagad, winih kembang, sampai pohon jagad. Dalam ilmu
manusia, basic segitiga pertama yaitu namanya gramatikal, retorika dan
logika. Setelah lulus, baru kemudian ke segiempat yaitu angka,
astronomi, geometri, dan musik. Semua skala/rasio musik yang ada di
dunia saat ini sesuai dengan kembanging jagad, begitu pula dengan
bentuk-bentuk lain yang ada di alam semesta ini. Sehingga tidak benar
kalau para ilmuwan barat itu tidak percaya klenik, karena sesungguhnya
mereka justru mendasarkan semua ilmunya pada bentuk dasar kembanging
jagad (ilmu yang disembunyikan).
Ilmu modern mengatakan bahwa inti bumi
adalah magma yang berputar. Sedangkan Jawa menyebutnya “antaboga”.
Ilmuwan barat melihat alam sebagai obyek, sedangkan masyarakat Jawa
melihat alam sebagai subyek, sehingga naluri manusia dengan alam itu
ber-partner, bukan memanipulasi.
Kembali ke Parentah Ageng
Dalam setiap sistem kepemimpinan selalu
ada cara kepemimpinan. Sama halnya dalam demokrasi, dimana ada lembaga
legislatif, baik DPR, senat, dan sebagainya. Begitu pula Parentah Ageng,
itu intrinsik ada dalam setiap kerajaan-kerajaan di Jawa. Output dari
parentah ageng adalah keputusan atau undang-undang yang kemudian
dilaksanakan oleh Patih-nya. Sehingga tidaklah mungkin raja-raja di Jawa
itu berkuasa secara mutlak.
Akar pendek tidak akan menghasilkan
pohon yang tinggi. Pada intinya adalah pelajari Jawa sampai ke
akar-akarnya. Bagaimana kita bisa tau tumbuh kemana pohon kalau kita
tidak tau akarnya. Dalam Serat Centini, bangsa Jawa sudah membahas
tentang kitab suci Nabi Nuh terdiri dari 20 jilid, sholatnya 1 hari 40
kali, dan sebagainya. Diceritakan pula tentang Nabi Ibrahim. Tentang
Baitul Maqdis pun juga sudah diceritakan oleh Ronggowarsito dalam
bukunya.
Selanjutnya, salah seorang peserta forum
menjelaskan bahwa dalam kasta Jawa, raja ada pada posisi Ksatria, yang
dikonotasikan sebagai seorang yang arif dan bijaksana. Di atas raja ada
Brahmana, yang mana semua kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh raja.
Manakala kerajaan dalam keadaan darurat/pagebluk, seorang raja akan
masuk ke sanggar pamujan (zaman Majapahit), dan bertapa/menepi di tempat
itu sampai mendapat jawaban. Kemudian jika dikaitkan dengan parentah
ageng, kok sepertinya berbeda? Lebih lanjut, bahwa kalau melihat zaman
Syailendra sampai dengan Mataram sepertinya tidak ada yang bertahan
lama. Pertanyaannya, parentah ageng mana yang ideal dibicarakan saat ini
mengingat saat itu di Jawa juga sempat terjadi kudeta berkelanjutan?
Menanggapi hal tersebut, mas Sabrang
pertama-tama meluruskan terlebih dahulu bahwa Brahmana tidak dihidupi
Ksatria. Brahmana menghidupi dirinya sendiri karena itu justru kodenya
sebagai seorang Brahmana. Ketika kita berbicara kasta-kasta itu
sebenarnya juga tidak rigid seperti itu. Itu hanyalah bahasa sejarah.
Parentah ageng tidaklah eksklusif. Di
luar itu, mereka juga punya penasehat-penasehat yaitu para Brahmana yang
terdiri dari raja-raja terdahulu. Dalam rapat, memang yang memiliki hak
untuk memutuskan adalah kelima anggota itu, namun di luar itu mereka
tetap berguru pada penasehat-penasehat yang diikutinya. Mereka meyakini
bahwa “jalur” yang semakin banyak dapat menghasilkan hasil keputusan
yang komprehensif. Raja harus memiliki akses dengan paroki ageng, karena
itu merupakan bagian dari pelatihannya menjadi raja sejak kecil.
Terakhir, sebagai kalimat penutup, mas
Sabrang menyampaikan harapannya agar forum seperti ini segera ditentukan
formulanya jika ingin dilaksanakan secara kontinyu. Format dan fokusnya
pun ditentukan secara jelas. Tidak perlu dengan topik yang muluk-muluk
bagaimana ndandani Indonesia, cukup bagaimana ndandani diri sendiri dan
keluarga dengan harapan dapat menjadi tonggak dan cahaya bagi perubahan
sekitarnya.
Acara ditutup tepat pukul 17.15 dan diakhiri dengan doa dipimpin oleh Cak Lutfi. [Red BBW/Wilda]
Sumber : http://kenduricinta.com/v3/reportase-forum-merah-putih-20-desember-2013-indonesia-dan-parentah-ageng/
0 komentar:
Posting Komentar
Terima kasih anda sudah berkunjung ke Blog pencerahan ini, Semoga bermanfaat untuk kita semua. Silahkan berkomentar atau meninggalkan link teman-teman dengan santun peseduluran.